Selasa, 18 Oktober 2011

Pacaran Ajang "Degradasi Moral"


Kata “Pacaran”, bukanlah kata yang asing lagi bagi kita. Bahkan anak kecil yang masih TK pun tahu kata “Pacaran”. Pacaran dianggap seperti sebuah trend saat ini. Tapi yang perlu menjadi pertanyaan, apakah trend pacaran saat ini membawa dampak positif atau negatif?
Cinta dan nafsu merupakan satu kesatuan yang sulit dipisahkan diera sekarang. Saat ini kata “cinta” bukan lagi hal yang suci, tetapi lebih tepatnya “cinta” memiliki kemungkinan untuk menghilangkan kesucian. Pacaran seperti sebuah pertanda tentang kemerosotan moral generasi muda zaman sekarang. Hanya sebagian kecil generasi muda saat ini yang berorientasi pada kemajuan bangsa. Kebanyakan mereka terhanyut dalam kesenangan sesaat yang tidak begitu berdampak pada masa depan mereka.
Menurut pengamatan saya, kebanyakan pacaran yang dilakukan saat ini lebih cenderung dengan hal-hal yang pada dasarnya belum penting untuk di perbuat. Hal ini seperti pertanda tentang adanya degradasi moral bangsa. Bukan lagi pilar yang kokoh yang akan menjadi penyangga bangsa, namun pilar yang rapuh itu akan selalu membayang-bayangi masa depan babgsa ini.
Ketika seharusnya mereka memikirkan  pendidikan untuk masa depannya, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Mereka lebih cenderung memikirkan pacaran yang bisa dikatakan hanya menyita waktu dan pikiran mereka. Bahkan dampak kerugiannya tidak hanya sampai disitu saja. Mereka yang seharusnya menggunakan otak mereka untuk memikirkan pendidikan dan akademik malah memikirkan pacaran, akibatnya prestasi mereka menurun dan tak sedikit pula yang pendidikannya berantakan.
Jika pelajaran Evaluasi Proyek diaplikasikan pada kehidupan nyata. Peran dari evaluasi proyek tersebut menjadi sangat penting, karena hal tersebut secara tidak langsung berkaitan dengan rencana masa depan. Seandainya pacaran itu dinilai terlalu banyak dampak negatifnya dan tidak menguntungkan di kemudian hari, sudah seharusnya remaja sakarang tidak menjadikan pacaran sebagai trend. Dalam evaluasi proyek, jika proyek tersebut kuarang begitu berguna maka sudah kewajiban para investor untuk tidak menjalankan proyek tersebut. Sia-sia menjalankan proyek yang tidak begitu berguna, karena hanya membuang waktu dan pikiran saja. Seandainya remaja sekarang mau berfikir seperti itu, pasti semua akan menjadi indah pada waktunya.
Ada seseorang yang mengatakan bahwa salah satu fungsi pacaran bisa dijadikan motivasi belajar, namun realita yang terjadi tak berkata begitu. Hal itu bahkan hanya sebagai ajang pemuasan nafsu saja. Kalaupun benar menjadi motivasi, tetapi hanya sebagian kecil saja yang bisa melakukan hal itu. Hanya orang-orang yang memiliki moral dan akhlak baik yang biasa seperti itu, tetapi tetap saja hal itu belum bisa diuji kebenarannya.
Ketika saya berfikir tentang bangsa ini, saya merasa kasian. Tak banyak orang yang mau memikirkan nasib bangsanya, padahal bangsa ini memiliki penduduk yang sangat banyak. Tetapi mungkin yang mau memikirkannya hanya 5% sampai 7% saja yang mau berfikir tetntang masa depan bangsanya.
Melihat kasus-kasus perselingkuhan dan perceraian yang dilakukan para dewan dan kasus-kasus lain di sana. Betapa memprihatinkan nasib bangsa ini. Negara kaya dan luas seperti Indonesia hanya di huni dengan orang-orang egois yang tidak pernah memperdulikannya. Mungkin saat ini, degradasi moral sungguh kelihatan di depan mata kita. Bukan lagi budaya tanah air yang dijunjung tinggi, tetapi kebebasan yang selalu di dengung-dengungkan selalu disalahgunakan da disalah artikan oleh oknum-oknum tak bertangggungjawab.
Benih-benih generasi muda seharusnya dibekali pendidikan moral yang baik dari kecil. Sehingga ketika mereka mulai tahu tentang dunia luar dan kebebasan, mereka tahu batas-batas dan mengetahui cara menyikapinya dengan baik. Hal ini bukan lagi menjadi tugas pemerintah dalam memberikan pendidikan moral terhadap generasi muda, namun hal ini adalah tugas kepada semua orang yang sadar untuk memberikan pengarahan kepada generasi muda agar mereka dapat melangkah kepada masa depan yang lebih cerah.

Kamis, 22 September 2011

Belenggu Kemiskinan


Kata-kata kemiskinan sepertinya sudah menjadi bagian hidup masyarakat Indonesia. Bahkan jika menyebut Indonesia, erat kaitannya dengan kemiskinan. Indonesia dan kemiskinan, kenapa seperti memiliki hubungan yang sangat erat. Di indonesia sudah hal yang wajar orang menderita bahkan mati karena kelaparan. Di saat golongan yang lain menghambur-hamburkan uangnya untuk barang-barang yang tidak begitu penting, tapi di sisi lain ada banyak orang yang harus mengais-ngais sampah hanya demi sesuap nasi.
            Hampir 14% penduduk Indonesia hidup dalam kemiskinan. Itu persentasi angka versi BPS, tetapi kita tidak tahu kenyataannya. Tiap tahun kriteria kemiskinan berubah-ubah sesuai kebutuhan pemerintah. Sebut saja sesuai kehendak pemerintah, entah itu relevan atau tidak tetapi yang penting secara persentase angka kemiskinan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin menurun.
            Pada tahun 2007 angka kemiskinan di Indonesia hampir mencapai 17%, lalu tahun 2008 turun menjadi 15,5%, tahun 2009 menurun lagi menjadi 14, 15%. Data yang di update terakhir versi BPS tahun 2010 angka kemiskinan di Indonesia menurun  menjadi 13,33%. Sungguh perkembangan yang mengagumkan. Dari tahun ke tahun angka kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan yang relatif cukup bagus. Dalam periode 4 tahun pemerintah mampu menurunkan angka kemiskinan hampir 4%. Tetapi yang menjadi permasalahannya, di kemanakan 4% penduduk miskin tersebut. Masih menjadi pertanyaan besar, apakah sudah sejahtera atau mati karena kemiskinan?. Itulah hal yang patut dicari tahu.
            Salah satu kebijakan pemerintah yang sangat kontroversial yaitu pemberian BLT (Bantuan Langsung Tunai) atau kadang dipelesetkan menjadi “Bantuan Langsung Tawur”. Bagaimana tidak bisa disebut seperti itu, lihat saja pada kenyataannya banyak korban akibat BLT. Pengambilan BLT yang harus antri dan berjubel kadang memicu konflik kecil yang berbuntut pertikaian atau bahkan ada nenek atau anak kecil yang harus meregang nyawa akibat terjepit antrian. Suatu hal yang ironis sekali penduduk miskin di Indonesia, sudah menderita karena miskin ditambah lagi harus mempertaruhkan nyawa untuk BLT.
            Di sisi lain pembagian uang cuma-Cuma oleh pemerintah itu akan menambah Inflasi. Karena kebanyakan uang tersebut digunakan untuk konsumsi saja, bukan investasi seperti yang dibayangkan pemerintah. Pendapatan naik, maka konsumsi juga naik tanpa dibarengi adanya kenaikan produksi barang dan jasa maka akibatnya permintaan naik dan menyebabkan harga barang dan jasa naik serta uang yang beredar juga bertambah mengakibatkan inflasi.
            Kemiskinan di Indonesia juga erat kaitannya dengan gaya hidup orang Indonesia yang malas dan pasrah. Kebanyakan dari mereka menerima nasib sebagai orang miskin tanpa mau berusaha untuk mengubah nasib. Seolah-olah miskin itu merupakan takdir dari Tuhan yang tidak bisa dirubah. “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali mereka mau berusaha” Qs Ar-Ra’du : 11. Tuhan saja berfirman seperti dalam Al-Qur’an, tetapi tetap saja kebanyakan penduduk miskin di Indonesia seperti itu. Seandainya mereka mau agak berusaha sedikit, memperbaiki pola hidup, menaikkan standart pendidikan dan memperbaiki kualitas hidup serta berusaha keras pasti mereka bisa keluar dari belenggu kemiskinan.
            Pemerintah tidak boleh menjadi kambing hitam sepenuhnya atas masalah yang membelit Indonesia ini. Jika kita secara bersama-sama melawan kemiskinan dan kebodohan yang membelenggu bangsa kita, tentu kita bisa lepas dari jurang pemderitaan ini. Maka partisipasi semua pihak sangatlah diharapkan demi memperbaiki kualitas bangsa ini agar dapat menjadi lebih baik lagi. J

Senin, 25 April 2011

Aku dan Kegelapan

Aku diam, aku menangis dan aku tersenyum
Dalam renungan ini, aku sadar
Bahwa hanya kau yang ku inginkan
Tapi egoku slalu berkata lain
Kau, bukan untukku
Aku tak pantas untukmu
Seorang wanita yang kurang sempurna sepertiku
Tak pernah layak menyentuh "cinta"
Biarlah aku mengejar impiku
Tapi kini aku kandas diterjang badai hati
Aku galau, aku sendiri, dan aku dalam keputus asaan
Aku dan Aku
Hanya tinggal menghitung waktu
Melepas semua yang ku genggam selama ini